[REVIEW BUKU] Seorang Pria yang Melalui Duka dengan Mencuci Piring

  • "Selamat datang di Klub Berduka, aku turut menyesal bahwa kita perlu bertemu di sini." (halaman 8)
  • Penulis: dr. Andreas Kurniawan, SP.KJ
  • Penerbit: Gramedia Pustaka Utama
  • Tanggal Terbit: 12 Desember 2023
  • Jumlah Halaman: 212 halaman
  • ISBN: 9786020674674
Jujur, aku memang punya beberapa buku yang masih belum bahkan tidak aku selesaikan. Alasannya tidak jauh dari "Aduh ceritanya ngebosenin!" atau "Kayaknya butuh waktu khusus buat baca buku ini!" tapi tidak dengan buku ini.

Aku butuh waktu hampir satu tahun untuk menyelesaikan buku ini. 

Kenapa?

Jawabannya karena aku gak kuat bacanya. Tiap baca 2-3 halaman, aku nangis dulu. Trus berhenti baca bisa sebulan lebih. Baru lanjut baca lagi, nangis lagi. Seperti itu siklusnya.

Sedikit konteks, aku kehilangan Mama aku tahun 2014. Membaca buku ini aku sadar bahwa luka kehilangan itu masih sangat basah. Aku sadar bahwa luka kehilangan ini gak bisa sembuh sepenuhnya, tapi ternyata masih jauh dari itu.

Melalui buku ini, Pak Dokter Andreas Kurniawan berbagi cerita mengenai kedukaan. Baik dari pengalaman pribadi beliau kehilangan anak dan ayahnya atau dari pengalaman pasien-pasiennya.

Kedukaan tidak harus diterapkan ketika kita kehilangan seseorang, tapi bisa diterapkan untuk segala bentuk kehilangan.

Buku ini juga memvalidasi pernyataan bahwa setiap orang mempunyai caranya sendiri untuk berduka dan waktu yang berbeda untuk memproses duka. Namun kita juga diingatkan ketika duka mulai mengganggu ritme kehidupan, di situ peranan profesional dibutuhkan.

Ada satu bagian dari buku ini yang menyentuh hatiku,,, yang menurut Pak Dokter terinspirasi dari lagu Kunto Aji.
"Kita tidak diajak untuk melupakan seseorang melainkan mencukupkan ikatan." (halaman 142)

Aku mikir, apakah ini yang disebut dengan takdir? Waktu Mama meninggal, banyak orang bilang untuk ikhlasin Mama karena memang umurnya ditetapkan sampai 49 tahun saja. Berarti, ikatan aku sama Mama di dunia memang hanya sepanjang 29 tahun umurku. Namun ikatan batin aku dan Mama akan aku bawa terus sampai nanti aku meninggal dengan cara terus berdoa.

Bab 10 buku ini,,, bikin aku nangis gak karuan. Di bab ini, Pak Dokter menceritakan momen dimana dia dan istri menemani anaknya, Hiro, hingga menghembuskan napas terakhirnya. 

Aku jadi flashback ke 2014 ketika aku dan adikku memutuskan membawa Mama pulang ke rumah. Aku dan adik menemani Mama dibawa pulang pakai ambulans. Itu adalah perjalanan 30 menit terlama dalam hidupku,,, menemani Mama di saat-saat terakhirnya. Dua minggu kubutuhkan untuk menyelesaikan bab ini karena aku menangis terus.

Maaf jadi ngelantur sedikit hehehe.

Jujur, buku ini lumayan triggering buat aku. Entah berapa liter air mata aku keluarin baca ini. Ketika selesai baca, aku lega. Akhirnya aku bisa sedikit mengerti duka yang kualami. 

Mungkin karena bagaimana buku ini ditulis. Ini buku kategorinya non fiksi, tapi ditulis dengan kata-kata mudah dan terasa,,, hangat. Seperti membaca surat dari teman lama yang lagi update kehidupan. Kayak disapa sahabat.

Kalau kamu mengalami kedukaan, apapun kehilangan yang kamu alami, buku ini bisa menjadi teman kamu. Jadi sadar, kamu tidak sendiri. Setiap manusia di dunia ini mengalami kedukaan,,, dan rasa itu valid.

Terima kasih Pak Dokter Andreas Kurniawan. Terima kasih telah menulis buku ini dan berbagi cerita hidup Dokter dengan kami semua.

Comments

Popular posts from this blog

Bertemu Ibu Robin Lim

Mini Gathering SGB VA regional Jakarta Selatan

[EVENT] Valentine's Self-Love & Self-Care with Adeena